Musik-Indonesia Raya

Sabtu, 29 Agustus 2015

Mengenal Sosok Bapak Proklamasi

SIAPA yang tidak kenal sosok Bung Karno dan Bung Hatta. Mereka adalah lambang dan sumber inspirasi perjuangan seluruh bangsa Indonesia. Keduanya juga merupakan sosok legendaris Indonesia yang disebut sang proklamator.
“Berikan aku 1000 anak muda maka aku akan memindahkan gunung, tapi berikan aku 10 pemuda yang cinta akan tanah air maka aku akan mengguncang dunia”. Itulah salah satuquote Bung Karno yang sudah terkenal di seluruh pelosok negeri.
Anak dari pasangan pasangan Ida Ayu Nyoman Rai dan Raden Soekemi Sosrodihardjo ini memiliki nama asli Soekarno. Ia yang juga memiliki nama kecil Koesno ini lahir di Blitar pada 6 Juni 1901. Sejak kecil, Soekarno selalu hidup jauh dari orangtuanya. Saat belajar di bangku sekolah rakyat, beliau ngekos di Surabaya, tepatnya di rumah pendiri Syarikat Islam Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Dari tokoh inilah, semangat kebangsaannya tumbuh, maklum saja di rumah HOS Tjokroaminoto sering digelar diskusi politik. Pada tahun 1921, Soekarno mempersunting putri bapak kosnya, Siti Oetari. Mungkin keduanya terjebak cinta lokasi, hehe.
Kemudian beliau melanjutkan sekolah di Hoogere Burger School (HBS). Disinilah, Soekarno mulai menggembleng jiwa nasionalismenya. Setelah lulus HBS tahun 1920, Bung Karno pindah ke Bandung dan melanjutkan ke Technische Hooge School (THS) atau yang kini dikenal dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada 25 Mei 1926, Soekarno memperoleh gelar insinyur dari THS. Di Bandung inilah Soekarno menemukan jodoh lainnya, yaitu Inggit Garnasih, yang dinikahinya pada tahun 1923.
Pada 4 Juli 1927, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan Partai Nasional lndonesia (PNI), tujuannya untuk mendirikan negara Indonesia Merdeka. Akibatnya pada 29 Desember 1929, Soekarno ditangkap dan dimasukan ke penjara Sukamiskin, Bandung oleh pemerintah Hindia Belanda.
Setelah bebas dari Sukamiskin pada 1931, Bung Karno bergabung sekaligus memimpin Partindo. Belanda kembali menangkapnya pada tahun 1933 dan membuang Soekarno ke Ende, Flores. Dari Ende, beliau dipindahkan ke Bengkulu selama empat tahun. Di sanalah Bung Karno menikahi Fatmawati pada tahun 1943 dan dikaruniai lima anak, yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rahmawati, Sukmawati, dan Guruh Soekarnoputra.
Begitulah Sobat Djadoel, sekilas perjalanan mengenai Bung Karno. Sedangkan sekilas perjalanan mengenai Bung Hatta akan dibahas pada artikel berikutnya. Yang pasti kedua pahlawan Nasional ini mempunyai peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 52, Jakarta (sekarang Jalan Proklamasi).
Demi memproklamasikan kemerdekaan ini mereka sempat “diculik” oleh Chaerul Saleh, Wikana yang merupakan orang dari perkumpulan "Menteng 31". Mereka mendesak agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain itu, hal tersebut dilakukan agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Peristiwa tersebut tekenal dengan Peristiwa Rengasdengklok.
Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama dan Bung Hatta sebagai wakil presidennya. Sebelumnya, Bung Karno berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun, kemudian Bung Karno wafat pada hari Minggu, 21 Juni 1970. Beliau meninggal dunia di RSPAD sebagai seorang tahanan politik. Beliau dimakamkan di tempat kelahirannya di Blitar, Jawa Timur dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai.
Sosok Bung Karno dan Bung Hatta ini menjadi simbol perlawanan terhadap berbagai bentuk penjajahan. Mereka tetap hidup melalui pemikiran, prinsip, dan kualitas pribadi yang positif. Kita sebagai generasi muda harus mencontoh mereka dan jangan lupa untuk memegang teguh prinsip serta tetap berkarya yang nyata dengan sebaik mungkin. Selain itu, juga Sobat Djadoel harus ingat dengan apa yang sering Bung Karno katakan, “Jas Merah” yang berarti “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”. Ya, karena tanpa ada sejarah tak akan ada masa sekarang.
Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281945%E2%80%931949%29

Perjanjian Renville

Sementara peperangan sedang berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas desakan Australia dan India, mengeluarkan perintah peletakan senjata tanggal 1 Agustus 1947, dan segera setelah itu mendirikan suatu Komisi Jasa-Jasa Baik, yang terdiri dari wakil-wakil Australia, Belgia dan Amerika Serikat, untuk menengahi perselisihan itu .
Tanggal 17 Januari 1948 berlangsung konferensi di atas kapal perang Amerika Serikat, Renville, ternyata menghasilkan persetujuan lain, yang bisa diterima oleh yang kedua belah pihak yang berselisih. Akan terjadi perdamaian yang mempersiapkan berdirinya zone demiliterisasi Indonesia Serikat akan didirikan, tetapi atas garis yang berbeda dari persetujuan Linggarjati, karena plebisit akan diadakan untuk menentukan apakah berbagai kelompok di pulau-pulau besar ingin bergabung dengan
Republik atau beberapa bagian dari federasi yang direncanakan Kedaulatan Belanda akan tetap atas Indonesia sampai diserahkan pada Indonesia Serikat.
Pada tanggal 19 Januari ditandatangani persetujuan Renville Wilayah Republik selama masa peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi ketimbang persetujuan Linggarjati : hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Jogja dan delapan Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa -Banten tetap daerah Republik Plebisit akan diselenggarakan untuk menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer. Perdana menteri Belanda menjelaskan mengapa persetujuan itu ditandatangani agar Belanda tidak "menimbulkan rasa benci Amerika".
Sedikit banyak, ini merupakan ulangan dari apa yang terjadi selama dan sesudah perundingan Linggarjati. Seperti melalui persetujuan Linggarjati, melalui perundingan Renville, Soekarno dan Hatta dijadikan lambang kemerdekaan Indonesia dan persatuan Yogyakarta hidup lebih lama, jantung Republik terus berdenyut. Ini kembali merupakan inti keuntungan Seperti sesudah persetujuan Linggarjati, pribadi lain yang jauh dari pusat kembali diidentifikasi dengan persetujuan -dulu Perdana Menteri Sjahrir, kini Perdana Menteri Amir- yang dianggap langsung bertanggung jawab jika sesuatu salah atau dianggap salah.
Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281945%E2%80%931949%29

Agresi Militer 1

Pada tanggal 27 Mei 1947Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam 14 hari, yang berisi:
  1. Membentuk pemerintahan ad interim bersama;
  2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama;
  3. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerahdaerah yang diduduki Belanda;
  4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah daerah Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama); dan
  5. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor
Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui kedaulatan Belanda selama masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban ini mendapatkan reaksi keras dari kalangan parpol-parpol di Republik.
Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung tiba, Belanda terus "mengembalikan ketertiban" dengan "tindakan kepolisian". Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam (tepatnya 21 Juli 1947) mulailah pihak Belanda melancarkan 'aksi polisionil' mereka yang pertama.
Aksi Belanda ini sudah sangat diperhitungkan sekali dimana mereka telah menempatkan pasukan-pasukannya di tempat yang strategis. Pasukan yang bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan-dalam di Jawa Di Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi- instalasi minyak dan batubara di sekitar Palembang, dan daerah Padang diamankan. Melihat aksi Belanda yang tidak mematuhi perjanjian Linggarjati membuat Sjahrir bingung dan putus asa, maka pada bulan Juli 1947 dengan terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, karena sebelumnya dia sangat menyetujui tuntutan Belanda dalam menyelesaikan konflik antara pemerintah RI dengan Belanda.
Menghadapi aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya bisa bergerak mundur dalam kebingungan dan hanya menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dan bagi Belanda, setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini menimbulkan keinginan untuk melanjutkan aksinya kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook, berkeinginan merebut Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris yang menjadi sekutunya tidak menyukai 'aksi polisional' tersebut serta menggiring Belanda untuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap Republik.
Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281945%E2%80%931949%29

Perundingan LinggarJati

Pada bulan Februari dan Maret 1947 di Malang, S M Kartosuwiryo ditunjuk sebagai salah seorang dari lima anggota Masyumi dalam komite Eksekutif, yang terdiri dari 47 anggota untuk mengikuti sidang KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), dalam sidang tersebut membahas apakah Persetujuan Linggarjati yang telah diparaf oleh Pemerintah Republik dan Belanda pada bulan November 1946 akan disetujui atau tidak Kepergian S M Kartosoewirjo ini dikawal oleh para pejuang Hizbullah dari Jawa Barat, karena dalam rapat tersebut kemungkinan ada dua kubu yang bertarung pendapat sangat sengit, yakni antara sayap sosialis (diwakili melalui partai Pesindo), dengan pihak Nasionalis-Islam (diwakili lewat partai Masyumi dan PNI). Pihak sosialis ingin agar KNPI menyetujui naskah Linggarjati tersebut, sedang pihak Masyumi dan PNI cenderung ingin menolaknya Ketika anggota KNIP yang anti Linggarjati benar-benar diancam gerilyawan Pesindo, Sutomo (Bung Tomo) meminta kepada S M Kartosoewirjo untuk mencegah pasukannya agar tidak menembaki satuan-satuan Pesindo.
DR H J Van Mook kepala Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang kemudian diangkat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda, dengan gigih memecah RI yang tinggal 3 pulau ini Bahkan sebelum naskah itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947, *28 ia telah memaksa terwujudnya Negara Indonesia Timur, dengan presiden Sukowati, lewat Konferensi Denpasar tanggal 18 - 24 Desember 1946
Pada bulan tanggal 25 Maret 1947 hasil perjanjian Linggarjati ditandatangani di Batavia Partai Masyumi menentang hasil perjanjian tersebut, banyak unsur perjuang Republik Indonesia yang tak dapat menerima pemerintah Belanda merupakan kekuasaan berdaulat di seluruh Indonesia 29 Dengan seringnya pecah kekacauan, maka pada prakteknya perjanjian tersebut sangat sulit sekali untuk dilaksanakan.
Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281945%E2%80%931949%29

Perjanjian LinggarJati

Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu Van Mookdalam perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan di bulan Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus InggrisLord Killearn. Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah mengalami tekanan berat -terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal 15 November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut:
  • Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi SumatraJawa dan MaduraBelanda harus meninggalkan wilayah de factopaling lambat 1 Januari 1949.
  • Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.
  • Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Untuk ini Kalimantan dan Timur Raya akan menjadi komponennya. Sebuah Majelis Konstituante didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yang dipilih secara demokratis dan bagian-bagian komponen lain. Indonesia Serikat pada gilirannya menjadi bagian Uni Indonesia-Belanda bersama dengan BelandaSuriname dan Curasao. Hal ini akan memajukan kepentingan bersama dalam hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan masalah ekonomi serta kebudayaan. Indonesia Serikat akan mengajukan diri sebagai anggota PBB. Akhirnya setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan ini akan diselesaikan lewat arbitrase.
Kedua delegasi pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman dua hari kemudian, pada tanggal 15 November 1946, di rumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung pemarafan secara resmi Perundingan Linggarjati. Sebenarnya Soekarno yang tampil sebagai kekuasaan yang memungkinkan tercapainya persetujuan, namun, Sjahrir yang diidentifikasikan dengan rancangan, dan yang bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.
Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281945%E2%80%931949%29

Penculikan Terhadap PM Sjahrir

Tanggal 27 Juni 1946, dalam Pidato Peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW, Wakil Presiden Hatta menjelaskan isi usulan balasan di depan rakyat banyak di alun-alun utama Yogyakarta, dihadiri oleh Soekarno dan sebagian besar pucuk pimpinan politik. Dalam pidatonya, Hatta menyatakan dukungannya kepada Sjahrir, akan tetapi menurut sebuah analisis, publisitas luas yang diberikan Hatta terhadap surat itu, menyebabkan kudeta dan penculikan terhadap Sjahrir.
Pada malam itu terjadi peristiwa penculikan terhadap Perdana Menteri Sjahrir, yang sudah terlanjur dicap sebagai "pengkhianat yang menjual tanah airnya". Sjahrir diculik diSurakarta, ketika ia berhenti dalam perjalanan politik menelusuri Jawa. Kemudian ia dibawa ke Paras, kota dekat Solo, di rumah peristirahatan seorang pangeran Solo dan ditahan di sana dengan pengawasan Komandan Batalyon setempat.
Pada malam tanggal 28 Juni 1946Ir Soekarno berpidato di radio Yogyakarta. Ia mengumumkan, "Berhubung dengan keadaan di dalam negeri yang membahayakan keamanan negara dan perjuangan kemerdekaan kita, saya, Presiden Republik Indonesia, dengan persetujuan Kabinet dan sidangnya pada tanggal 28 Juni 1946, untuk sementara mengambil alih semua kekuasaan pemerintah". Selama sebulan lebih, Soekarno mempertahankan kekuasaan yang luas yang dipegangnya. Tanggal 3 Juli 1946Sjahrirdibebaskan dari penculikan; namun baru tanggal 14 Agustus 1946, Sjahrir diminta kembali untuk membentuk kabinet.

Kembali menjadi PM

Tanggal 2 Oktober 1946Sjahrir kembali menjadi Perdana Menteri, Sjahrir kemudian berkomentar, "Kedudukan saya di kabinet ketiga diperlemah dibandingkan dengan kabinet kedua dan pertama. Dalam kabinet ketiga saya harus berkompromi dengan Partai Nasional Indonesia dan Masyumi... Saya harus memasukkan orang seperti Gani dan Maramislewat Soekarno; saya harus menanyakan pendapatnya dengan siapa saya membentuk kabinet."
Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281945%E2%80%931949%29

Ibu Kota Pindah ke Yogyakarta

Karena situasi keamanan ibukota Jakarta (Batavia saat itu) yang makin memburuk, maka pada tanggal 4 Januari 1946Soekarno dan Hatta dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus pula memindahkan ibukota. Meninggalkan Sutan Syahrir dan kelompok yang pro-negosiasi dengan Belanda di Jakarta.[1]
Pemindahan ke Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan kereta api, yang disebut dengan singkatan KLB (Kereta Luar Biasa). Orang lantas berasumsi bahwa rangkaian kereta api yang digunakan adalah rangkaian yang terdiri dari gerbong-gerbong luar biasa. Padahal yang luar biasa adalah jadwal perjalanannya, yang diselenggarakan di luar jadwal yang ada, karena kereta dengan perjalanan luar biasa ini, mengangkut Presiden beserta Wakil Presiden, dengan keluarga dan staf, gerbong-gerbongnya dipilihkan yang istimewa, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA) untuk VVIP.[2]